Selasa, Juli 22

Jolie

Oleh: Arswendo Atmowiloto

ANGELINA Jolie, selebritas yang memiliki "bibir paling sensual" punya nama besar di dunia hiburan Amerika - dan tentu saja dunia. Dalam usianya yang 32 tahun, banyak gosip mengenai dirinya: saat berciuman dengan saudara kandungnya, tato di, maaf, bokongnya, dan juga perhatian dan kegiatan sosialnya. Baru-baru ia menulis di harian bergengsi The Washington Post, mengenai perlunya membantu pengungsi Irak yang terceraikan dari Tanah Airnya.
Jolie dengan lugas meminta bantuan finansial dan material untuk nasib lebih dari 4 juta manusia yang terlunta. Dari dua pengungsi dalam negeri, lebih dari separuhnya masih di bawah usia 12 tahun. Sasaran juga jelas: Amerika harus membantu segera, juga Perserikatan Bangsa-bangsa. Harus segera membantu, dan tetap membantu.

Ia sendiri, dalam kapasitasnya sebagai pribadi sudah melakukan itu. Bahkan juga mengadopsi anak-anak dari para pengusngi. Ada yang menggembirakan dalam melihat posisi selebritas di negeri yang "sangat individual" dan "lu-gue" ini. Seorang artis, mempunyai perhatian dan tindakan untuk pengungsi di negeri lain.
Kegigihan Jolie, dan nama besarnya di dunia artis, dipergunakan untuk membantu penderitaan orang lain. Bukan untuk dinikmati sendiri. Dan ia tidak sendiri. Seorang Oprah Winfrey, melakukan hal yang lebih besar, dengan menyediakan pemukiman, menyediakan sekolah dan berbagai rumah sakit di negeri-negeri Afrika. Melalui program acara yang dipandu, dengan menggandeng perusahaan-perusahaan besar dunia. Masyarakat bisa membantu langsung, bisa dengan berbelanja merek-merek tertentu yang memang keren dan beken. Mereka yang berbelanja sekian, berarti menyumbang sekian persen. Kegiatan ini dimaksimalkan dengan menggandeng selebritas lain, dengan nama-nama besar, dan ditayangkan dalam acaranya. Bukan sekali dua, bukan hanya satu jenis program. Kegiatannya diliput media seluruh dunia-termasuk para donator yang tergerak hatinya. Hasilnya dilaporkan kembali, disiarkan.
Dunia hiburan di Amerika Serikat yang tampil "wah", "glamour abis", pada titik tertentu menemukan keseimbangannya dengan upaya-upaya kemanusiaan. Termasuk acara seperti American Idol yang diadaptasi di banyak negara, juga sekaligus membantu masyarakat yang kekurangan. Acara-acara pemilihan, sampai panggung yang spektakuler juga melibat penyanyi-penyanyi kondang dengan nama besar. Untuk digandeng bersama, untuk berpentas bersama, dan "menggalang dana". Termasuk dari kalangan politisi, dan Presiden Bush pun nongol. Hasil pengumpulan dana itu dilontarkan kembali ke masyarakat, dengan tekad bahwa tahun ini harus lebih banyak dari tahun sebelumnya. Ratusan juta dolar itu terdermakan, selain untuk kebutuhan kegiatan itu sendiri.
Para selebritas ini - dan beberapa nama lain lagi selain mereka, tidak ramai-ramai masuk partai tertentu sebelumnya. Tidak juga mencari kursi di DPR atau pemerintahan. Mereka tetap menggunakan kuasanya sebagai selebritas, sebagai "penarik perhatian", sebagai bagian dari popularitasnya sebagai artis. Mereka para diva dalam arti yang utuh. Dipuja, dielukan, dan memberi perhatian balik. Pencitraan dirinya menemukan keseimbangan.

Hal lain yang mengagumkan - kalau bisa dijadikan contoh kerja dan bukan hanya mengagumi-adalah para selebritas ini pada titik tertentu melakukan kerja sama dengan selebritas lainnya. Mereka yang bersaing keras dalam keartisan yang sama bidangnya, bisa saling bergandengan tangan. Ini saja sudah menakjubkan kalau diingat masing-masing mempunyai pribadi yang sulit, sangat sibuk, dan mempunyai target sendiri-sendiri. Menyatukan mereka yang jumlahnya puluhan, pastilah memerlukan koordinasi yang tidak sederhana. Tapi toh bisa juga.

Nama besar para selebritas ini juga memperlihatkan kualitas hidup ketika memperhatikan dan membantu sesama - yang mungkin tak mengenalnya. (dipetik dari Jurnal Indonesia, 5 Meret 2008)

Tidak ada komentar: